Friday, December 31, 2010

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KHAWARIJ

Nama: Sakinah Ummu Haniy

NPM: 0906561124

Mata Kuliah : Pemikiran Politik Islam

Pendahuluan

Bila kita mengenal Syiah sebagai pecinta Ali bin Ali Thalib dan keluarganya dengan berlebih-lebihan, maka adalah suatu sekte yang kebalikannya. Ia adalah Khawarij. Yakni meeka yang membenci Ali dengan berlebih-lebihan, mengkafirkannya hingga menghalalkan darahnya.Setelah pembunuhan Khalifah Ustman bin Affan, suasana umat Islam amat kacau. Umat Islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Tidak semua umat Islam membai’at Ali, khalifah selanjutnya. Di Syam, Mu’awiyah yang masih merupakan kerabat Ustman menuntut balas kepada Ali atas kematian Ustman, ia menuduh Ali berada dibelakang kaum pemberontak.

Perlawanan Mu’awiyah bahkan dinyatakan secara terbuka dengan mengangkat dirinya sebagai khalifah tandingan di Syam, dan mengerahkan tentarnya untuk memerangi Khalifah Ali. Sedangkan di Mekah, Aisyah menggalang kekuatannya besama Thalhah dan Zubair untuk melawan Ali. Akan tetapi, Ali tetap dianggap sebagai Khalifah, karena di dukung sebagian besar rakyat.

Kebijakan pertama Ali saat diangkat menjadi khalifah adalah, memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat Ustman dan menarik kembali tanah negara yang telah dibagi-bagikan Ustman kepada kerabatnya. Kebijakan Ali ini mendapat tantangan keras dari mereka yang digeser kedudukannya. Di sisi lain penduduk Madinah sendiri tidak bulat mendukung Ali. Posisi Ali benar-benar sulit. Ia terjepit dalam keadaan dimana harus memperbaiki negara yang udah kacau dengan penuh tekanan dari lawan-lawan politik yang selalu berusaha menjegalnya.

Kondisi Madinah yang tidak memungkinkan menjalankan pemerintahan, Ali memindahkan ibukota negara di Kufah. Di kota ini Ali mendapat dukungan penuh dari rakyat.

Sementara, di Syam, Mu’awiyah mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi Ali. Mendengar kabar tersebut Ali segera memimpin pasukan memerangi Mu’awiyah, namun sebelum rencana itu terlaksana, ternyata Aisyah, Thalhah dan Zubair pun telah siap memberontak padanya.

Dari Mekah mereka menuju Basrah, Ali pun membelokan pasukannya ke Basrah untuk memadamkan pemberontakan, namun terlebih dahulu Ali menawarkan perdamaian dan mengajak mereka berunding. Tetapi tawaran ini ditampik, maka tak dapat dihindari terjadi perang ynang dinamakan perang Barunta. Pasukan Ali menang, Thalhah dan Zubair tewas. Sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah secara terhormat.

Setelah itu Ali mengalihkan perhatiannya ke Mu’awiyah. Ali mengirimkan surat ke Mu’awiyah dan menawarkan perundingan, akan tetapi Mu’awiyah tetap pada pendiriannya dan terkesan membuka perang saudara, maka terjadilah pertempuran di Shiffin pada bulan Safar tahun 37 H. Banyak tentara dari kedua belah pihak yang tewas. Ketika Ali hampir memperoleh kemenangan, Amr bin al Ash yang berada di barisan Mu’awiyah mengangkat mushaf menandakan damai. Maka perangpun dihentikan dan diadakan perundingan antara kedua belah pihak. Dalam perundingan ini, pihak Ali diwakilkan oleh Abu Musa al Asy’an yang berhasil dipecundangi oleh siasat Amr yang mewakili Mu’awiyah. Perundingan ini menghasilkan keputusan yang berat sebelah. Ali diturunkan dari jabatan dan Mu’awiyah naik memperkuat posisinya menjadi khalifah.

Kejadian ini menimbulkan krisis baru dan pembangkangan yang dilakukan oleh sekelompok muslim. Mereka menyatakan ketidakpuasan terhadap proses dan hasil perundingan tersebut dengan menyatakan “Laa hukma illallah” (tiada hukum selain hukum Allah). Ali pun memberi komentar dengan ucapan, “Kata-kata haq yang dimaksudkan bathil, sungguh mereka tidak ingin adanya pemimpin dan harus ada pemimpin yang baik ataupun jahat”.

Sekelompok orang yang membangkang ini lalu berkumpul menuju Haruraa, suatu tempat yang tidak jauh dari Kufah, sehingga Ali menyusul mereka bermaksud meluruskan dan kembali kepadanya dalam satu barisan.

Di hadapan mereka, Ali menyatakan,”Demi Allah, tahukan kalian, adakah seorang yang lebih tidak menyukai kepemimpinan daripada aku ?”.

“Sungguh tidak ada seorang pun” jawab mereka. “Bukankah kalian telah mengerti” lanjut Ali kemudian,”kalian lah yang memaksaku menjadi khalifah, sehingga aku menerimanya ?”.

“Ya benar”.

“Jadi atas dasar apa kalian mengingkari dan mencampakkan aku?”
“Sesungguhnya kami telah melakukan perbuatan dosa, maka kami pun kini bertaubat kepada Allah”. Jawab mereka setelah menyadari kesalahan mereka.

Tetapi kesadaran ini tidak berlangsung lama. Mereka kembali kepemikiran semula, dan mengira bahwa Ali telah melepaskan jabatan khalifahnya. Kemudian Ali mengutus Abdullah bin Abbas untuk menyadarkan mereka kembali, agar tidak terjadi fitnah yang lebih besar dalam kubu umat Islam. Namun mereka tetap pada pendiriannya untuk keluar dari kelompok Ali dan membai’at Abdullah bin Wahb Ar Rasibi sebagai pemimpin mereka.

Tidak lama setelah itu, mereka mulai menunjukkan kecacatan mereka dalam berucap maupun berlaku. Pandangan dan pemikiran mereka mulai menyimpang dari kebenaran. Mereka mengecam Ali, menjelek-jelekannya serta mengajukan protes terhadap kepemimpinan Ali. Mereka juga mengecam khalifah terdahulu, Ustman bin Affan, serta mencela setiap orang yang tidak mau memusuhi Ali.

Dalam menghadapi kaum Khawarij ini, Ali bersikap defensif. Tetapi setelah mereka mulai menggunakan kekerasan yang ditandai dengan dibunuhnya Abdullah bin Khabbab, pertarungan antara pihak Ali dan kelompok Khawarij membawa korban pada pihak Khawarij. Termasuk pemimpin mereka, Ibnu Wahb. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Nahrawan.

Sebenarnya Ali memiliki kesempatan untuk menghabisi Khawarij dengan tuntas, namun Khawarij mengirimkan Abdurrahman bin Malkjan Al Muradi untuk membunuh Ali dan usaha ini berhasil. Ali terbunuh di masjid.

Setelah Ali wafat, kegiatan Khawarij mulai merajalela. Mereka sealu melibatkan diri dalam berbagai fitnah, terutama pada masa Khalifah Mu’awiyah. Sepeninggal Mu’awiyah kegiatan mereka semakin menonjol pada akhir masa kekhalifahan Yazid bin Mu’awiyah.

Apakah sebenarnya sebab dari munculnya Kaum Khawarij ini? Bagaimana sebenarnya pokok-pokok pemikiran Kaum Khawarij? Apakah dasar pemikiran Kaum Khawarij yang cenderung radikal ini? Bagaimana bentuk pemikiran Khawarij masa kini? Makalah ini akan mencoba menjawabnya.

Pengertian Khawarij

Khawarij berasal dari kata “Kharaja” yang berarti “telah keluar”. Mereka disebut Khawarij karena mereka telah keluar dari golongan Ali, padahal mereka sebelumnya merupakan sebagian dari pengikutnya. Mereka sendiri menyebut diri mereka “Syurah” atau dalam bahasa Indonesia disebut “pembeli”, yang berarti bahhwa mereka membeli kehidupan akhirat dengan kehidupan duniawi. Selain itu mereka juga disebut “Haruriyah” yang berasal dari kata “Harura”, sebuah tempat di sungai Furat dimana mereka bertempat sesudah Ali kembali beserta pasukannya dari Shiffin, karena mereka tidak mau kembali ke kota Kufah. Kelompok ini juga dinamakan “Muhakkimah” yang berarti mereka adalah orang-orang yang berpendapat bahwa tiada hukum selain dari Allah.

Awal Mula Kelompok Khawarij

Sejarah kelompok Khawarij lebih dulu lahir daripada pemahaman mereka. Mereka lebih dulu memberontak kepada Ali, kemudian barulah mereka berusaha mencari sebab bagi pemberontakan itu. Setelah beberapa saat mereka tidak menemukan sebabnya, mereka kembali mendukung Ali. Tetapi kemudian mereka merasa rindu pada perpecahan, sehingga mereka memisahkan diri kembali dari Ali[1].

Munculnya gerakan kaum Khawarij diawali karena adanya pihak-pihak yang tidak setuju dengan sikap Ali dalam pengadilan. Kejadian ini memicu adanya pemberontakan dari beberapa orang tentara Ali, tetapi beberapa diantara mereka berhasil didamaikan oleh Ali. Akan tetapi, pemberontakan kedua yang terjadi berakhir dengan pembunuhan besar-besaran terhadap para pengikut Ali. Setelah kejadian ini, kurang lebih terjadi lima pemberontakan pada masa pemerintahan Ali yang masing-masing melibatkan lebih dari 200 orang; dan sebanyak enam belas pemberontakan terjadi pada masa pemerintahan Mu’awiyah dengan melibatkan 30-500 orang dalam setiap pemberontakan[2].

Kaum Khawarij telah dikalahkan berkali-kali ketika diadakan perdebatan mengenai pendapat-pendapat dan ide-ide mereka itu. Mereka telah kalah ketika berhadapan dengan Ali, sewaktu mereka menolak untuk kembali ke Kufah. Kemudian dikalahkan pula ketika berhadapan dengan Abdullah ibnu Abbas sewaktu Abdullah ibnu Abbas ini diutus oleh Ali kepada mereka, sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Umar ibnu Abdil ‘Aziz juga telah berdebat dengan mereka, dan mereka kalah serta menyerah kepadanya.

Sebab Munculnya Kaum Khawarij

Kaum Khawarij adalah bangsa Arab. Watak bangsa arab umumnya suka memberontak, walaupun tanpa sebab yang jelas. Mereka suka memberontak dikarenakan mereka adalah bangsa arab yang pada dasarnya memang berwatak suka memberontak dan suka berperang.

Mengenai hal ini Ibnu Abdi Rabbih berkata : “Kaum Khawarij suka melakukan peperangan yang seru, hanya karena sebuah mangkok yang diambol alih orang lain, atau sebuah cambuk, atau kantong yang tidak berharga. Dalam suatu peperangan, pernah sebilah tombak jatuh dari tangan seorang Khawarij, maka berperanglah mereka karenanya, sehingga banyak orang yang tewas dan luka-luka[3].

Faktor lainnya yang menyebabkan pemberontakan Kaum Khawarij terhadap Ali adalah bahwa pengakuan mereka terhadap kekuasaan Ali tidak sempurna. Pengakuan mereka terhadap Ali hanya disebabkan oleh hubungan mereka dengan Kaum Syi’ah. Oleh karena itu, hubungan antara Kaum Khawarij dan Ali belum terjalin dengan erat. Selain itu, salah satu sebab timbulnya Kaum Khawarij ini adalah karena peranan yang dimainkan Mu’awiyah. Ia berhasil menimbulkan perpecahan dalam kalangan tentara Ali dan menyebabkan munculnya Kaum Khawarij. Ada yang menolak pernyataan ini, dengan argumentasi bahwa Kaum Khawarij bermusuhan dengan Mu’awiyah, dan mereka bahkan menyerangnya. Tetapi hal ini dapat dijelaskan dengan argumentasi bahwa Mu’awiyah tidak mempengaruhi tentara Ali sepenuhnya.

Salah satu sebab penting lain dari gerakan Kaum Khawarij ini adalah bahwa mereka amat berlebihan dalam memaksakan pendapat mereka. Apabila mereka memiliki suatu pendapat, maka pendapat tersebut akan mereka jadikan aqidah atau kepercayaan, dan mereka tidak akan mengabaikannya. Pendapat-pendapat ini amat mungkin menimbulkan akibat-akibat yang berbahaya, kasar, atau kejam. Tetapi tampaknya mereka tidak peduli dengan hal itu. Mereka tidak bersedia mempertimbangkan pendapat-pendapat orang lain. Mereka juga tidak peduli berapa banyak korban yang harus jatuh dalam melaksanakan pendapat-pendapat mereka. (hlm.339)

Salah satu dari kepercayaan yang mereka anut itu adalah bahwa mereka menghalalkan darah seorang muslim yang berbeda pendapat dengan mereka.

Dasar teoritis kaum Khawarij

Dasar ayat yang menjadi landasan gerakan kaum Khawarij antara lain adalah QS 6:57

“Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku[4], sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik."(Q.S. Al-An’am : 57)

dan QS 12:40

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Q.S. Yusuf : 40)

Ayat-ayat ini kemudian ditafsirkan dengan pengertian bahwa keputusan apapun, termasuk keputusan-keputusan politik, harus berdasarkan pada kalamullah, yaitu Al-Qur’an.

Cara-cara yang Dilakukan Kaum Khawarij

Terdapat 2 buah dokumen penting yang berasal dari dua pemimpin Khawarij. Dokumen-dokumen ini dapat menjelaskan bagaimanakah cara-cara yang ditempuh oleh kaum Khawarij dalam membentuk opini, menegakan aqidah serta kepercayaan mereka[5].
Dokumen yang pertama ditulis oleh Najdah kepada ibnul Azraq, setelah ia mendengar kabar bahwa nafi'brbuat zalim terhadap rakyat tanpa mempedulikan meereka itu Muslim atau tidak, dan betapa Nafi' telah membunuh anak-anak dan meerampas barang-barang yang dititipkan. Teksnya adalah sebagai berikut:

"Menurut yang saya ketahui selama ini, engkau adalah ayah yang pengasih bagi anak yatim, dan saudara baik bagi yang lemah. Engkau tak peduli celaan orang lain terhadapmu dalam menjalankan perintah Allah. Dan engkau tidak mau memberikan pertolongan kepada orang yang zalim. Karena engkau telah menyerahkan seluruh pribadimu untuk menaati Allah dan mendapatkan keridhoanNya, dan engkaupun telah mencapai inti kebenaran, maka Syaithon akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menggodamu, karena engkau dan kawan-kawanmu adalah orang-orang yang paling sulit ditaklukkan. Syaithon lalu membujuk dan menggodamu, sehingga engkau tergoda. Engkau lalu mengafirkan orang-orang Muslimin yang tidak pergi berperang dan yang lemah, padahal Tuhan di dalam kitab-Nya telah memberikan keringanan pada mereka. Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 91:


"Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. At-Taubah : 91)

Selain itu, engkau juga memperbolehkan pembunuhan terhadap anak-anak. Padahal Rasulullah telah melarang hal itu. Allah juga berfirman dalam surat Al-An'am ayat 164:



"Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."

Dan mengenai orang-orang yang tidak ikut berperang, Allah tidak mencela mereka. Allah memang memberikan pahala bagi orang-orang yang berjuang dengan harta, jiwa dan raga, tetapi orang-orang yang banyak amalannya tidak boleh mendesak kedudukan orang-orang yang kurang amalannya. Allah berfirman dalam QS Annisa ayat 95



"Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar."

Maka dengan ayat ini Allah tetap menyebut mereka sebagai orang-orang yang beriman. Disamping itu Allah memberikan kelebihan kepada orang-orang yang berjuang.
Selain itu engkau juga berpendapat untuk tidak menunaikan amanat kepada orang-orang yang menentangmu, padahal Allah memerintahkan agar amanat-amanat itu diserahkan kepada yang berhak menerimanya. Sebab itu, bertaqwalah engkau kepada Allah."

Dokumen yang kedua adalah jawaban dari Nafi' terhadap surat dari Najdah. Teksnya adalah sebagai berikut :

"Suratmu telah sampai kepadaku, dimana kamu telah menasihati dan memberi peringatan padaku. Engkau juga telah mencela tindakan-tindakanku, yaitu mengkafirkan orsng-orang yang tidak ikut berperang, membunuh anak-anak, dann merampas barang-barang amanat. Insya Allah, akan kujelaskan semuanya padamu.
Adapun orang-orang yang tidak mau pergi berperang tidak sama dengan orang-orang yang kamu sebutkan itu, yaitu orang-orang yang hidup dimasa hidup Rasulullah, karena mereka di Mekah adalah orang-orang yang tertindas dan terkepung, mereka tidak mendapatkan jalan untuk lari, dan tidak dapat berhubungan dengan kaum Muslimin lainnya. Akan tetapi mereka yang ada sekarang ini adalah orang-orang yang ahli dalam agama, mengerti isi Al-Qur'an dan jalan terbentang luas dihadapan mereka. Engkau tahu apa firman Allah mengenai orang-orang seperti mereka ini?


"Dan orang-orang yang dimatikan oleh malaikat-malaikat dalam keadaan mereka menganiaya diri sendiri, malaikat-malaikat itu bertanya: Bagaimana keadaanmu? Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang tertindas di bumi. Malaikat itu berkata : Bukankah bumi Allah begitu luasnya, sehingga kamu dapat beerpindah-pindah padanya?" (QS : An-Nisa : 97)

Dan Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 81


Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui.””
Allah berfirman dalam ayat 90


"Telah datang orang-orang yang meminta keringanan di antara orang-orang Arab Badui, supaya mereka diberi izin (untuk tidak ikut berperang). Dan duduk (tidak mau pergi beperang) orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Kelak orang-orang yang kafir diantara mereka itu akan ditimpa siksaan yang pedih."

Maka dalam ayat ini Allah menyebut mereka dengan sebutan "orang-orang kafir".
Adapun mengenai anak-anak, maka Nabi Nuh, orang yang lebih mengenal Allah dari padaku dan engkau. Nabi Nuh berdoa (Q.S. Nuh : 26-27)

"Ya Tuhanku, jangankah Engkau tinggalkan diatas bumi ini seorang pendudukpun dari orang-orang kafir itu. Sesungguhnya, jika mereka engkau tinggalkan, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka tidak akan melahirkan kecuali orang-orang yang durhaka dan kafir."
Dalam ayat ini Allah menyebut mereka dengan sebutan "orang-orang kafir", padahal mereka masih anak-anak, bahkan sebelum mereka dilahirkan. Kalau itu boleh dilakukan terhadap kaum Nabi Nuh, mengapa tidak boleh dilakukan terhadap kaum kita?

Adapun merampas barang-barang amanat dari orang-orang yang menentang kita, maka sesungguhnya Allah telah menghalalkan bagi kita harta benda mereka, sebagaimana Allah telah menghalalkan pula darah mereka. Maka darah mereka adalah halal dan baik, sedang harta mereka menjadi rampasan bagi kaum Muslim. Sebab itu, bertaqwalah kepada Allah, Wahai Najdah, dan koreksilah dirimu sendiri."

Begitulah cara kaum Khawarij menggunakan dalil-dalil Allah.

Selain itu, kesesatan mereka juga dapat dilihat dari penggunaan Hadist Rasulullah. Menurut anggapan mereka, seorang mukmin yang membunuh seorang mukmin lainnya pasti akan kekal di dalam Jahannam. Mereka mengkaitkannya dengan hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوْقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

“Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya merupakan kekafiran”. (HR. Bukhari Muslim)[6]

Mereka menganggap telah kafirnya para pelaku maksiat dan dosa-dosa besar, karena mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam kekal selama-lamanya sebagaimana dalam ayat di atas. Kemudian dikaitkan pula dengan ucapan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam:

لاَ يَزْنِى الزَّانِى حِيْنَ يَزْنِى وَهُوَ مَؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ الْخْمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ

"Tidaklah berzina seorang pezina ketika berzina dalam keadaan mukmin, tidaklah minum khamr ketika meminumnya dalam keadaan mukmin dan tidak mencuri seorang pencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin". (HR. Bukhari Muslim)

Mereka menganggap bahwa dalam hadits ini Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam menafikan keimanan bagi para pelaku maksiat, yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang kafir.

Corak Pemikiran Politik Khawarij

Pada perkembangannya, Khawarij merupakan kelompok politik yang pembicaraan-pembicaraannya terbatas pada masalah kekhalifahan. Jika khalifah sepatutnya dipilih, maka dia seharusnya tidak turun tahta dan tidak melepaskan haknya dalam hal apapun juga. Meskipun demikian, jika dia bersifat tidak adil, dia seharusnya dipecat atau bahkan dibunuh.

Khawarij mencari kepastian tentang tuntutan pertama mereka dengan mengadopsi Islam dan keadilan sebagai pengganti Arabisme dan kebebasan, khususnya banyak orang Islam non-Arab yang mengikuti barisan mereka. Kekhalifahan boleh berlaku bagi suku Quraisy seperti berlaku bagi orang-orang Islam yang lain.

Setelah banyak orang Islam non-Arab yang bergabung dengan barisan Khawarij, maka terjadi perubahan terhadap syarat untuk dapat menduduki jabatan khalifah. Calon khalifah tidak lagi harus orang laki-laki muslim yang berbangsa Arab dan merdeka. Tiap laki-laki muslim yang mampu berlaku adil dapat menduduki kursi khalifah. Dengan adanya perubahan tersebut, menurut Khawarij jabatan khalifah terbuka bagi setiap laki-laki muslim, baik yang merdeka maupun budak[7].

Intisari pandangan-pandangan politik mereka adalah[8]:

1. Menunjuk dan menetapkan seorang imam menurut mereka, adalah wajib

2. Pemilihan umum diserahkan kepada umat dan imam tidak sah, kecuali dengan pemilihan umat

3. Umat dapat memilih seorang dari kalangan kaum muslimin yang dianggap paling baik dan paling memiliki keahlian, tanpa terikat suku

Sifat-sifat Dasar Kaum Khawarij

Kaum Khawarij memiliki sifat dasar dalam setiap perilakunya. Orang-orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain. Mereka juga merupakan kaum yang paling mudah berburuk sangka. Bahkan mereka menuduh Rasulullah SAW tidak mencari ridha Allah. Mereka juga menuduh Ustman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak memiliki visi kepemimpinan yang jelas.

Kaum Khawarij dikenal sebagai ahli ibadah, namun sering kali menjadi berlebih-lebihan dalam ibadahnya. Mereka adalah orang yang sangat sederhana. Jidat mereka hitam karena lama bersujud, muka mereka pucat karena tidur malam. Mereka disebut quro’, karena bacaan Al-Qur’annya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah membandingkan ibadah orang sahabat dengan kaum Khawarij tidak sebanding. Ini menunjukan betapa sangat berlebih-lebihan dalam beribadah, oleh karena itu mereka menganggap ibadah kaum yang lain belum ada apa-apanya.

Golongan-golongan Kaum Khawarij

1. Azariqah

Golongan ini adalah golongan pengikut Abu Rasyid Nafi’ ibnu Azraq yang meinggalkan kota Basrah bersama Nafi’ menuju Ahwaz, dan mereka dapat menaklukkan negeri itu serta negeri Persia dan Kirman.

Kaum Azariqah merupakan golongan Khawarij yang terbesar dan paling berbahaya, dan paling banyak memperoleh kemenangan. Mereka telah berhasil mengalahkan banyak pasukan Muslimin.

As Syahristani mengatakan bahwa yang terpenting diantara bid’ah-bid’ah yang mereka ciptakan adalah:

1. Menyatakan kafir orang-orang Islam selain mereka, kekal dalam neraka, dan halal membunuhnya

2. Menyatakan kafir orang-orang yang tidak ikut berperang

3. Menyatakan halal membunuh anak-anak dan para wanita dari orang-orang yang menentang mereka

4. Menetapkan hukum bahwa anak-anak dari orang-orang musyrik juga akan dimasukkan kedalam neraka bersama ayah mereka

5. Meniadakan hukum rajam terhadap orang yang berzina, karena hukuman itu tidak disebutkan dalam al-Qur’an

6. Prinsip “taqiyah” tidak boleh, baik dalam perkataan, maupun dalam perbuatan

7. Menyatakan kafir orang-orang yang melakukan dosa besar

2. Najdat ‘Adzariyah

Mereka adalah pengikut-pengikut Najdah Ibnu Amir yang pergi ke Yamamah sesudah meninggalkan Mekah. Kemudian Najdah ingin kembali bersatu dengan Nafi’ dan mendekatkan pendirian mereka. Maka berangkatlah ia beserta pasukannya menuju Basrah. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Abu Fadik dan Athiyah ibnul Aswad serta pengikut-pengikut mereka, yang kembali dari markas tentara Nafi’. Mereka menerangkan kepada Najdah bid’ah yang dibuat Nafi’. Dan mereka menganjurkan kepada Najdah supaya berbalik saja. Dan mereka pun membai’ah Najdah sebagai pemimpin.

Najdah adalah orang yang relatif lebih halus dibanding kaum Azariqah. Ia tidak mengafirkan orang-orang yang tidak ikut berperang. Ia memperbolahkan prinsip “taqiyah”, dan suka memaafkan orang-orang yang tidak tahu. Najdat berpendapat bahwa agama itu meliputi dua hal; Pertama, mengenal Allah dan Rasul, serta mengakui apa yang datang dari Allah secara umum. Kedua, ialah selain yang tersebut di atas, dan orang dapat dimaafkan kalau tidak mengetahui. Oleh karena itu, golongan ini juga disebut sebagai kaum ‘Adziriyah’, yaitu kaum pemaaf. Najdah juga berpendapat bahwa orang yang sengaja berbohong maka musyriklah dia. Dan orang yang berzina atau minum khamar, atau mencuri tetapi tidak melakukannya terus menerus, maka ia bukanlah musyrik.

3. Ibhadhiyah

Golongan Ibhadhiyah adalah pengikut-pengikut Abdullah ibnu Ibadh. Mereka berpendapat bahwa pernikahan dan pewarisan antara mereka dan orang-orang Muslimin yang tidak sepaham dengan mereka, adalah sah. Negeri orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka menurut mereka adalah “negeri tauhid”, kecuali markas tentara Sultan, yang merupakan “negara kesesatan”. Mereka bersedia menerima persaksian dari orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Mereka berpendapat, bahwa perbuatan manusia adalah dijadikan Allah, tetapi diusahakan oleh manusia sendiri.

Kaum Khawarij yang masih ada sampai sekarang ini hanya satu golongan dari kaum Ibadhiyah, yang menetap di Oman dan beberapa tempat di Afrika Utara.

4. ‘Ajaridah

Mereka adalah pengikut-pengikut Abdul Karim ibnu Ajrad, yaitu salah seorang dari murid-murid Athiyah ibnul Aswad al Yaskuri dari golongan Najdat. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Ibnul Ajrad adalah murid Ibnu Baihas. Jadi, dapat dikatakan bahwa Ibnu Ajrad telah berpindah dari asuhan Athiyah kepada asuhan Ibnu Baihas.

Pendapat mereka mengenai anak-anak kaum musyrikin adalah, mereka akan dimasukkan kedalam neraka bersama ayahnya.

Mereka bersedia mengangkat orang-orang yang tidak ikut berperang menjadi pemimpin. Mengenai hijrah, mereka menganggapnya sebagai suatuh keutamaan, bukan kewajiban.

Kaum ‘Ajaridah terdiri dari tujuh golongan: Shaltiyah, Maimuniyah, Hamziyah, Khalafiyah, Atharafiyah, Syu’aibiyah dan Hazimiyah.[9]

Hadist Mengenai Kaum Khawarij

Khawarij ada setelah Rasul wafat, namun mengapa banyak hadist mengenai Khawarij? Sebenarnya pokok ajaran Khawarij telah muncul sejak masa Nabi SAW. Disebutkan didalam “ash Shahihain” didalam kisah al Khuwaishirah at Tamimiy yang mengatakan kepada kepada Nabi saw, “Wahai Muhammad berbuat adillah, sesungguhnya engkau tidak berbuat adil.” Lalu Nabi saw pun marah sambil mencela dengan mengatakan, “Celaka kau, bukankah aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di bumi.” Tatkala orang itu berpaling maka Khalid bin Walid berkata, “Wahai Rasulullah apakah (boleh) aku memenggal lehernya?” Beliau saw menjawab, “Jangan, bisa jadi dia adalah orang yang melakukan shalat.” Khalid berkata, “Betapa banyak orang yang melaksanakan shalat mengatakan dengan lisannya apa yang tidak terkandung didalam hatinya.” Beliau saw menjawab, “Sesungguhnya aku tidaklah diperintahkan untuk meneliti hati manusia dan tidak pula membedah perut mereka.” Kemudian beliau saw menatap kepada al Khuwaishirah saat dia pergi dan bersabda, “Sesungguhnya akan datang suatu kaum dari keturunannya yang membaca Kitabullah dengan lisannya yang tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya dan seandainya aku bertemu mereka pasti aku akan membunuh mereka sebagaimana pembunuhan terhadap kaum Tsamud.”

Dalam hadis lain, Hadis Sahl bin Hunaif r.a: Diriwayatkan daripada Yusair bin Amr katanya: Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif: Adakah engkau pernah mendengar Nabi s.a.w menceritakan tentang Khawarij? Sahl menjawab: Aku mendengarnya sambil menunjuk dengan tangannya ke arah timur. Suatu golongan membaca al-Quran dengan lidah mereka, tetapi tidak sampai ke otak mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah menembusi binatang buruan.

Fenomena Khawarij Masa Kini

Fenomena Khawarij masa masa kini dapat dibagi menjadi dua macam:

Pertama, yang bermazhab sama dengan Khawarij, baik dalam prinsip-prinsip, hukum-hukum, maupun sikap. Contohnya, kelompok yang disebut sebagai Jama’ah Takfir atau yang disebut Jama’atul Muslimin (Jama’ah Islamiyah)

Kedua, yang memiliki salah satu atau beberapa ciri-ciri dari Khawarij, baik dalam masalah aqidah, hukum, sikap dan lain-lain. Mereka belum memenuhi semua ciri-ciri Khawarij sehingga belum bisa digolongkan sebagai Khawarij yang murni. Jenis kedua ini banyak terdapat pada jamaah-jamaah baru dalam bentuk fenomena, pemikiran, dan sikap yang belum matang. Namun, apabila tidak segera diluruskan kelompok ini bisa menjadi Khawarij yang sebenarnya.

Fenomena ini tersebar dalam bentuk yang lebih besar di antara dua kelompok. Pertama, sekelompok pemuda belia yang minim ilmu dan pengalamannya. Kedua, berbagai kelompok ahli tsaqafah (wawasan keislaman) dan da’i dari kalangan orang-orang yang memiliki semangat agama namun amat minin pengetahuan mengenai syari’at.

Fenomena munculnya Khawarij masa kini ini didorong oleh beberapa hal. Pertama, kebanyakan kaum muslimin berpaling dari ajaran agaman mereka, baik aqidah, syariat, maupun akhlak. Mereka berpaling dari agama dalam bentuk yang belum pernah terjadi dalam sejarah Islam sebelumnya. Akibatnya, mereka terjerumus ke dalam kehidupan yang sempit dan celaka. Allah berfirman :

“Berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"” (Q.S. Thaahaa : 125)

Fenomena berpaling dari agama ini tampak jelas dalam kehidupan kebanyakan kaum muslimin masa kini. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya aqidah yang rusak sehingga menghasilkan perpecahan dan perselisihan dalam agama. Hal ini memicu semangat para pemuda yang memiliki perhatian lebih dalam keagamaan. Ketika tidak terlihat usaha yang serius untuk mengubah keadaan, mereka akhirnya memutuskan untuk tampil dan membendung segala penyimpangan tersebut tanpa landasan ilmu yang kuat.

Kedua, merajalelanya berbagai macam bentuk kezaliman, baik kezaliman individu, masyarakat, pemerintah, maupun kezaliman yang dilakukan oleh masyarakat tertentu terhadap masyarakat yang lain. Semuanya melupakan tujuan utama syari’at dan perintah Allah, yaitu menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman. Ketiga, kekeliruan dakwah masa kini. Kebanyakan jamaah dakwah diberikan materi pemikiran dan pemahaman tanpa pendasaran syari’ah. Keempat, sikap ekstrim dalam beragama. Sikap ini telah diperingatkan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Maidah

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus." (Q.S. Al-Maidah : 77)

Dari berbagai penjelasan diatas, hendaknya dapat diwaspadai agar tidak terjerumus ke dalam bid’ah yang mengerikan.

Sebagaimana dalam hadits Abu Barzah, bahwa Rasulullah berkata:

مَعَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ آخِرَهُمْ يَخْرُجَ حَتَّى يَخْرُجُوْنَ يَزَالُوْنَ لاَ

“dan senantiasa mereka akan muncul, hingga munculnya kelompok mereka yang terakhir hingga munculnya kelompok terakhir dari mereka (kaum Khawarij ini) bersama Al-Masih Ad-Dajjal”

Dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat Ibnu ’Umar bahwa Rasulullah bersabda:

يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ –قَالَ ابْنُ عُمَرَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: (( كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ )) أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً –حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمْ الدَّجَّال

ُAkan muncul sekelompok pemuda yang (pandai) membaca Al-Qur‘an namun bacaan tersebut tidak melewati kerongkongannya. Setiap kali muncul sekelompok dari mereka pasti tertumpas.” Ibnu ’Umar berkata: ‘Saya mendengar Rasulullah mengulang kalimat:Setiap kali muncul sekelompok dari mereka pasti tertumpas” lebih dari 20 x.’ Kemudian beliau berkata: Hingga muncullah Ad-Dajjal dalam barisan pasukan mereka.” [HR. Ibnu Majah]

Dari keterangan hadist-hadist di atas, dapat kita simpulkan bahwa kelompok Khawarij akan selalu ada dan terus muncul hingga akhir zaman nanti. Kelompok terakhir mereka akan muncul menjelang datangnya Hari Kiamat.

Kesimpulan

Khawarij merupakan kelompok Islam yang dikenal ekstrim dalam pandangan teologi dan politiknya. Khawarij muncul sebagai sebuh kelompok politik setelah berakhirnya Perang Shiffin. Namun demikian sebenarnya ide-ide pemberontakan Khawarij telah ada sejak jaman Rasulullah, dibuktikan dengan adanya beberapa hadist mengenai Khawarij.

Dijaman kontemporer, gerakan terorisme sering kali dikaitkan dengan paham Khawarij. Maraknya gerakan-gerakan ini disebabkan oleh beberapa sebab, antara lain berlebihannya semangat menegakkan agama yang tidak dibarengi dengan ilmu yang cukup mengenai agama itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, Penerjemah: Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief, Jakarta : PUSTAKA ALHUSNA, 1992

Watt, W. Montgomery, Pergolakan Pemikiran Politik Islam, Penerjemah : Hamid Fahmi Zarkasyi dan Taufiq Ibnu Syam, Jakarta : PT. Beunebi Cipta, 1987

Prof. Dr. Hamka, SEJARAH UMAT ISLAM (Edisi Baru), Singapura: Pstaka Nasional Pte Ltd, 1994

Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran

Al-Mas’udi, Muruujudz Dzahab, Mesir : As-Sa’adah, 1346 H/958 M

Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Erlangga, 2008

Sumber Internet :

http://www.abuayaz.co.cc/2010/09/syubhat-khawarij.html#ixzz18tfEN6Yk



[1] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta, PUSTAKA ALHUSNA, 1992) Hlm. 308

[2] Cf. Watt, ‘Kharijite thought in the Ummayyad Period’, “Der Islam”, xxxvi (1961), 251-31; “Islam and Integration”, 94-104

[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit hlm. 334

[4] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. mempunyai bukti yang nyata atas kebenarannya.

[5] Prof. Dr. A. Syalabi, Op Cit, hlm. 334

[7] Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, hlm. 218

[8] Al-Mas’udi, Muruujudz Dzahab (Mesir : As-Sa’adah, 1346 H/958 M), hlm. 191

[9] Ibid Hlm. 370